Dimana
Kearifan Lokal ?
Saya sangat sedih melihat kondisi
pegunungan Meratus yang rusak akibat sistem ladang berpindah yang dilakukan
oleh penduduk setempat. Sesungguhnya peladang berpindah itu tidak mempunyai
apa-apa selain kearifan tradisional, untuk menyuburkan tanah misalnya, mereka
tidak mampu membeli pupuk, dan mengatasinya dengan ladang berpindah. Mereka juga tidak mempunyai senjata untuk
menghalau atau memberantas hama ,
seperti babi misalnya, mereka pecahkan dengan bertani di lereng-lereng yang cukup
terjal, agar binatang itu tidak sampai menghampiri ladang mereka.
Memberhentikan
kegiatan mereka dan menggantikannya dengan sistem pertanian menetap saya rasa
perlu waktu yang panjang dengan dana yang besar dan kesabaran. Perlu dilakukan
pemberdayaan masyarakat dengan studi yang mendalam dan menjadikan masyarakat
lokal sebagai subjek pembangunan misalnya, mencanangkan program penanaman
sengon atau jeujing (Paraserianthes
falcataria) riapnya mencapai 45 m3 /ha/tahun, sehingga bila
pertanam sampai 8 tahun dapat mencapai 360 m3/ha, dengan harga kayu
Rp. 100.000,00 per m3 seorang yang menanam sehektar mendapat penghasilan kotor
Rp. 36.000.000,00 setelah 8 tahun sama dengan Rp. 4.500.000,00/tahun atau Rp.
375.000,00/bulan. Alternatif lain adalah menanam kemiri yang juga bernilai
ekonomis atau pengembangan jati supra yang sangat mempunyai prospek cerah bila di
budidayakan dibandingkan dengan pertanaman sengon, di yakini akan lebih mahal
karena tidak semua wilayah cocok di
tanamai sengon.
Kerusakan
pegunungan Meratus juga diakibatkan oleh ulah tangan-tangan penebang liar. Tidak dipungkiri bahwa penebangan liar di
kaki pegunungan Meratus semakin merajalela, seolah-olah yang melakukan
penebangan liar hanyalah masyarakat, padahal ada perusahaan HPH (Hak Penguasaan
Hutan) yang menebang pohon diluar petak-petak yang ditentukan, walaupun benar
berada dalam arealnya, maka kegiatan tersebut tergolong juga penebangan liar. Kegiatan ini sangat sulit membuktikannya
berbeda dengan penebang liar yang tidak mempunyai koneksi. Apabila dugaan bahwa pebangan liar hanya
dilakukan oleh masyarakat saya rasa akar permasalahannya karena kurangnya
lapangan kerja entah karena tingkat pendidikan yang rendah atau karena memang
membutuhkan kerja untuk menghidupi dirinya dan keluarganya sehingga harus
berprofesi sebagai penebang liar atau upah dari lapangan kerja yang tersedia di
bawah standar sehingga dapat di pastikan mereka akan tetap memilih sebagai
penebang liar.
Saya pun
semakin khawatir karena akhir-akhir ini pemberitaan tentang tukar guling Meratus
marak kembali ini artinya hutan lindung pegunungan meratus akan berubah fungsi menjadi hutan
produksi. Memang untuk melakukan
pembangunan di perlukan sumber daya alam sebagai modal untuk melaksanakan
pembangunan tersebut selain sumber daya manusia yang berfungsi sebagai
pengelola dari sumber daya alam dan pelaksana pembangunan. Meskipun hutan
termasuk sumber daya alam yang dapat di perbaharui, akan tetapi kalau tidak
dikelola dengan baik tidak mustahil hutan akan punah. Hipotesis dari kelompok yang sangat setuju
dengan tukar guling ini bahwa HPH dapat bertindak sebagai ”herder” sehingga
para penebang liar takut beroperasi disana dan yang lebih menguntungkan ada
pendapatan yang tadinya hilang menjadi masuk ke kas negara atau daerah atau
dengan kata lain negara mendapat devisa dan daerah mendapat PAD (Pendapatan
Asli Daerah). Tetapi apabila pengelolaannya tidak sesui dengan kaidah manajemen
hutan yang lestari dapat dipastikan devisa dan PAD akan sirna dengan kerugian
yang akan ditimbulkannya, demikian juga apabila illegal logging tidak terkendali meskipun HPH bekerja sesuai dengan
benar.
Mengingat
hutan lindung mempunyai banyak fungsi diantaranya sebagai pengatur tata air,
pengendalian erosi, kekeringan, menjaga kesuburan tanah, sebagai alat pencegah
pemanasan global melalui fiksasi karbon dan gas rumah kaca, biodiversity dalam
bentuk perlindungan dan konservasi sumber daya alam hayati yang beranekaragam,
dan dengan keindahan dan kenyamanan lingkungan dapat dikembangkan menjadi
tempat rekreasi, jadi saya rasa apalah artinya tukar guling meski dengan itu
banyak hal yang bisa dilakukan dalam terealisasikan pembangunan, misalnya pembangunan
jalan, sekolah-sekolah, atau memberikan beasiswa kepada anak-anak sekolah
penduduk asli, atau bahkan pembangunan rumah ibadah yang di lakukan perusahaan,
tetapi bencana alam sering terjadi, misalnya saja musibah banjir yang selalu menghantui,
kehilangan harta benda dan sarana prasarana mungkin dapat diperhitungkan dengan
eksploitasi hutan tersebut, tetapi satu jiwa manusia hilang, apakah dapat
dikompensasikan, apalagi sampai puluhan jiwa terenggut. Dalam waktu tidak terlalu lama di prediksikan
bencana alam yang dahsyat seperti di Jawa Tengah dan Sumatera Barat akan
merambah ke wilayah pegunungan meratus, gejala ke arah itu sudah ada dengan
meninggalnya dua bocah di Hulu Sungai Tengah akibat tanah longsor
Hutan
mutlak harus dilestarikan, mengingat fungsi dan manfaat hutan sangat besar bagi
kehidupan kita. Untuk melestarikannnya paling tidak harus menyelamatkan hutan
primer yang tersisa (pegunungan Meratus), pengawasan yang lebih ketat dan penegakan
hukum yang harus di jalankan dengan konsisten sehingga dapat mengendalikan
penebang liar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar